image

Ujian Kesabaran untuk Sang Pujaan


Posted : | 2018/01/12

Pagi ini aku sudah dituntut untuk sabar, menunggu antrian untuk beli sesuap nasi karena harus menuruti permintaan ortu. Kulihat orang-orang berdatangan, mereka juga sama sepertiku, harus mengantri diantara ibu-ibu.

Mungkin jika aku harus mengantri saja, tidak masalah bagiku. Tapi pagi itu yang terjadi semua orang yang baru datang dengan seenaknya mendahuluiku. Aku adalah satu-satunya laki-laki dari sekian banyak ibu-ibu, tentunya aku tidak bisa bergerak lebih leluasa, untuk berbicara pun aku enggan dan aku memilih untuk menunggu.

Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama kali. Kejadian seperti ini banyak ku alami dulu ketika masih duduk di bangku sekolah, itulah yang sampai saat ini menjadi alasanku malas ketika di suruh untuk mengantri membeli sesuap nasi di pagi hari. Bukan karena aku tidak mau, tapi aku masih trauma dengan masa laluku.

Dulu ketika aku terpaksa harus membeli, maka aku lebih suka memilih warung yang sepi untuk menghindari antrian yang panjang dan menjengkelkan. Aku jadi terbayang bagaimana aku saat itu yang masih seorang bocah. Keluar rumah penuh dengan kekesalan, kemudian sampai warung harus mengantri tapi tak diperhatikan, dan penjuaĺ itu bilang yang ingin kubeli sudah habis.

Aku hanya kaget bercampur marah, kesal dan pergi meninggalkan warung itu dengan berlarian sambil menangis sesengukan. Bukan hanya perlakuan penjual saja yang membuatku menangis, tapi bayang-bayang keterlambatan masuk kelas juga membuatku sakit.

Aku benar-benar tidak tahu perasaanku saat itu, seorang anak kecil yang seharusnya tidak memikirkan masalah-masalah seperti itu, tapi aku dipaksa memikirkannya. Tapi sekarang aku sangat bersyukur dengan kejadian masa lalu itu, karena itu artinya pelajaran kehidupan sudah tertanam sejak masa kecilku. Pelajaran itu mungkin tidak didapatkan oleh teman-temanku waktu itu.

Mungkin saat ini ada sedikit rasa penyesalan di hatiku, entah karena tidak bisa bersikap seperti halnya teman-temanku, atau aku merasa sedikit terbelenggu dengan kesabaranku. Tapi di sisi lain mungkin aku harus bersyukur karena Sang Maha Pengasih telah memberiku sebuah perisai kesabaran yang begitu indah dan mampu menahan setiap gempuran anak panah kebatilan.

Memang sangat terasa aneh, tapi aku sunggu sangat menikmatinya.

"Cerita tentang antrian ibu-ibu ini adalah sebuah jalan yang menghubungkan antara aku dan tulisan. Cerita ini mampu membuatku flashback ke 10 tahun lalu."

Salam hangat dari saya untuk sahabatku tercinta :)

Written by : Much. Nasih Amin
At : 07.06

Pekalongan, 13 Januari 2018

CB